24/03/10

Belajar Dari Jari Jemari



Biasanya, jari tangan manusia ada lima. Masing-masing punya nama dan guna. Ibu jari atau jempol untuk berapresiasi. Menunjuk sesuatu yang baik, benar dan hebat serta memberi penghargaan bagi yang lebih tua, terhormat atau hal-hal terbaik saja. Sebagai ibunya semua jari, jempol merepresentasikan sifat-sifat keibuan.

Berikutnya adalah jari telunjuk. Gunanya menunjuk arah atau sesuatu yang perlu ditegaskan. Dalam keseharian kita, mungkin jari ini yang paling aktif bergerak. Apalagi jika si empunya adalah seorang pemimpin. Ia akan banyak memerintah dan melakukan hal-hal yang baik dengan bantuan jari ini. Di sisi lain, telunjuk lebih sering berfungsi sebagai hakim yang menentukan nasib seseorang itu benar atau salah. baik atau jahat dan seterusnya. Bahkan komedian Warkop pernah berseloroh bahwa hakim adalah orang yang menentukan hidup atau matinya orang lain. Singkat kata, telunjuk identik dengan (perbuatan) orang lain.

Jari tengah jarang digunakan secara terbuka. Apalagi diletakkan menghadap wajah pemiliknya. Perbuatan ini adalah penghinaan atau melecehkan orang yang ada di depannya. Jari tengah acapkali difungsikan sebagai alat untuk membersihkan kotoran hidung (ngupil) dan sejenisnya. 

Sedangkan jari manis berfungsi sebagai tempat meletakkan sesuatu yang berharga, penuh kenangan dan mengandung simbol-simbol romantisme. Terakhir adalah jari kecil atau kelingking. Meski jadi yang terakhir atau bungsu dan berukuran paling kecil, jari ini berfungsi ganda. Menjadi agen perdamaian sekaligus peperangan.

Dalam keseharian kita saat ini, jari-jari tangan kita seringkali dimanfaatkan secara terpisah. Jika diadakan pemeringkatan, mungkin jempol dan telunjuk akan menempati papan atas. Itupun masih ditambah dengan catatan: bagi orang lain. Lalu, apakah sisa jari kita yang lainnya akan dinonaktifkan ? Mengapa tidak kita satukan saja agar mendapat kekuatan yang lebih dari pada sendiri-sendiri?

Nasib bangsa kita dapat digambarkan seperti jari jemari tangan tadi. Sejarah membuktikan bahwa ketika orang-orang jempolan seperti Sukarno, Hatta dan Syahrir menggenggam simpati rakyat (kecil), Indonesia mampu memproklamasikan kemerdekaan bangsanya dari penjajahan. Banyak contoh lain memberi bukti bahwa jari jemari yang bersatu dalam gengaman akan menjadi lebih baik dan kuat dari pada sendiri-sendiri.

Mengapa kita sekarang cenderung menyendiri, menganggap lebih mampu dan kuat jika berfungsi sendiri ketimbang bersatu merapatkan barisan dan mengokohkan kebersamaan ? Perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri adalah contoh kasus dominasi telunjuk serta jempol dibanding bersatunya jari jemari aparat penegak hukum dalam sebuah genggaman Indonesia yang adil dan sejahtera. Mungkin perlu ada ajakan, “mari belajar dari jari jemari“.

0 komentar:

Google Pagerank
totokaryantowirjosoemarto. Diberdayakan oleh Blogger.