Foto-googling. |
Selama ini saya tak begitu tertarik untuk menulis topik yang tengah
digemari (trending articles). Mungkin sekadar selera atau tak punya nyali
beradu argumentasi. Entahlah. Apalagi soal politik praktis atau sebutan
sejenisnya. Kalaupun harus menuliskan sesuatu yang "berbau", apalagi
mengandung unsur politik, semata-mata merupakan dorongan hati. Tentang isi atau
kualitas, biarlah mengalir dalam proses dialektika.
Pemilu 2014 mungkin akan menjadi ajang pertama menyalurkan hak kewarga-negaraan
saya. Disebut mungkin karena ada sejumlah pengandaian. Seandainya akan memilih,
bukan di arena pileg (pemilihan anggota legislatif) yang direncanakan akan
berlangsung 9 April mendatang. Tidak ada satu caleg dari partai politik manapun
yang mampu meyakinkan saya untuk mengubah sikap untuk memilih atau tidak
memilih semua tanpa kecuali. Paling tidak sampai tulisan ini disusun. Alasannya
? Tak ada yang berani menjamin #RUUKepalangmerahan
disahkan sebelum masa pakai anggota DPR RI 2009/2014 daluarsa.
Pengandaian berikutnya adalah jika pemilu presiden dan wakilnya jadi
diselenggarakan tahun 2014. Dari jadwal berselang 3 bulan sejak pileg, 9 Juli
2014, pilpres 2014 dibawah bayang-bayang kelabu akan dikudeta
secara konstitusional oleh TNI. Sejak penangkapan
Ketua Mahkamah Konstitusi oleh Komisi Pemberantasan Korupasi, wibawa hukum di
Indonesia sudah runtuh. Ini menguatkan argumen tentang ketidakberdayaan
masyarakat sipil mengemban amanat reformasi melalui mekanisme demokrasi yang
hasilnya justru kerusakan di segala lini dan sisi kehidupan kebangsaan
Indonesia.
Berikutnya, seandainya TNI memang melakukan kudeta konstitusional dengan
alasan perintah UUD 1945 dan berhasil serta masyarakat internasional melakukan
tekanan bertubi-tubi agar segera dilakukan pemilihan umum ulang setahun
berikutnya, TNI akan memberlakukan syarat dan ketentuan yang sangat ketat.
Jelas situasi politik, perekonomian dan kehidupan umum menjadi semakin tidak
menentu. Pengulangan peristiwa berdarah 1965 sangat terbuka. Bahkan bisa lebih
buruk jika antar angkatan dalam TNI sendiri tidak kompak alias terpecah belah.
Pemberontakan ada di mana-mana, pelanggaran HAM mengikutinya. Polri jelas
kekuatan pertama yang dilemahkan. Dari sini saja, alur ceritanya tambah ramai
dan sulit diprediksi. Lebih ramai lagi jika Amerika Serikat menempatkan
sejumlah kapal induk dan memperkuat basis militernya di sekitar wilayah
teritori Indonesia. Perang Dunia III ? Wallahu a'lam bissawab.
Berlebihan ? Bisa ya atau tidak. Yang jelas, arah demokrasi yang terjadi
sekarang telah melenceng jauh dari amanat UUD 1945 yang menjadi legitimasi TNI
untuk memberlakukan situasi dan tindakan militer di segenap wilayah negeri.
Analisis mantan KaBaIS, Soleman B Ponto, tidak bisa dianggap sepele oleh
siapapun yang masih menginginkan keberadaan Indonesia sebagai satu negara
merdeka. Jadi, siapapun calon presiden dalam pilpres 2014 perlu
mempertimbangkan dengan saksama kemungkinan di atas.
Tulisan ini dimuat juga di kompasiana.
0 komentar:
Posting Komentar