Bekas asrama markas darurat Tentara Pelajar di KompleksGKJ Kebumen |
Banyak sudah monumen yang dibangun oleh berbagai kalangan baik pemerintah maupun masyarakat untuk menandai sebuah peristiwa penting yang dipandang bernilai sejarah. Tujuan utamanya agar peristiwa itu dapat dikenang sepanjang masa. Kenangan yang mungkin saja berlatar belakang peristiwa heroik, bernuansa kepahlawanan. Bisa juga suatu peristiwa tragis semisal bencana alam yang menelan korban sangat banyak. Apapun latar belakang peristiwa yang menyertainya, fungsi monumen tak bergeser jauh dari sebuah tanda kenangan.
Tak jauh beda dengan lainnya, Monumen Pena yang berdiri di depan Gedung Pertemuan Prabasanti di Kompleks Gereja Kristen Jawa (GKJ) Kebumen juga merupakan sebuah tanda untuk mengenang keberadaan Markas Darurat Tentara Pelajar atau Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) Bagian Pertahanan untuk Front Barat di sekitar Gombong Selatan pada Perang Kemerdekaan I 1947. Monumen ini digagas oleh Atiatoen Wirjosoemarto, seorang mantan siswi Sekolah Guru Putri (SGP) Jalan Jati Yogyakarta yang saat itu ditugaskan sebagai Staf Putri Markas Pusat Pelajar (MPP) yang tak lain merupakan markas besar atau pusat kendali operasi pasukan pelajar pejuang kemerdekaan dari Jl. Tugu Kulon No. 70 Yogyakarta. Sekadar mengingatkan, kala itu, Yogya adalah ibukota pemerintahan Republik Indonesia.
Front Barat atau menurut satu pelaku yang masih hidup saat tulisan ini dibuat yakni Bapak Djokowoerjo Sastradipradja (baca Jokowuryo Sastradipraja, Prof.Dr.drh., mantan Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor) disebut sebagai Front Jawa Tengah bagian Selatan adalah wilayah yang dinilai strategis sebagai basis pertahanan bagi pasukan atau laskar-laskar perjuangan rakyat dalam menegakkan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Front atau medan laga yang dilintasi garis demarkasi sepanjang Kali Kemit dari Karanggayam yang berbukit di Sebelah Utara sampai Puring di bibir pantai Samudera Hindia. Pada saat itu, pasukan pendudukan Belanda telah menguasai Gombong setelah menduduki Banyumas dalam usaha gerak maju ke Yogya.
Sebenarnya, sudah ada dua markas reguler Tentara Pelajar di sekitar wilayah itu. Pertama, di Karanganyar yang dipimpin oleh Panudju Widajat (baca Panuju Widayat) dan wakilnya David Sulistyanto asal Banyumas. Markas kedua ada di kota Kebumen yang dipimpin oleh Sadar Sudarsono dan wakilnya adalah Samijo (baca Samiyo), menempati rumah orangtua Sri Kartini yang kini jadi gedung SMP Muhammadiyah I Kebumen. Kedua markas itu masih aktif beroperasi sebagaimana layaknya suatu pusat komando teritorial. Mengapa MPP masih perlu mengoperasikan sebuah markas darurat ?
(bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar