Wirausaha sosial adalah individu yang memiliki solusi
inovatif untuk mengatasi masalah sosial dengan cara mengubah sistem, memberikan
solusi dan memengaruhi masyarakat untuk melakukan perubahan. Awalnya ia
bertindak dalam skala lokal kemudian dapat diperluas. Inovasi yang dikembangkan
adalah solusi inovatif dan menciptakan kesempatan baru. Misi sosialnya
mengatasi masalah sosial yang paling menekan. Dampak dari adanya wirausaha sosial
ini adalah perubahan skala luas, mengubah sistem dan menyebar luaskan solusi (Bill
Drayton, CEO and Chair of Ashoka).
OVOP pada dasarnya adalah upaya pengembangan sumber
daya lokal berbasis budaya dalam suatu bentuk produk atau jasa yang dapat
diterima secara global (local yet global),
kepercayaan diri dan kreativitas (self reliance
and creativity) serta pengembangan sumber daya manusia. OVOP digagas untuk
mengatasi masalah lokal perfektur Oita di Jepang yang tidak memiliki sumber
daya yang memungkinkan investasi untuk pengembangan ekonomi berbasis teknologi
tinggi. Akhirnya diputuskan untuk mengembangkan bidang pertanian dan perikanan
yang pada akhirnya membawa kemakmuran bagi masyarakatnya.
Kisah sukses OVOP diadopsi dalam beragam aplikasi di
berbagai negara. Thailand bahkan dianggap sebagai satu diantara berbagai negara
yang mampu menyerap dan mengembangkan gagasan OVOP melalui OTOP (One Tambon One
Product). Tambon adalah istilah lokal untuk sebutan desa atau kawasan pedesaan.
Mereka menghadirkan internet disetiap tambon agar aktivitas produktif dan
kreatif masyarakat dapat disajikan secara nyata dan terbaru. Satu prestasi yang
kini diunggulkan dalam OTOP adalah paket wisata air Chao Praya River. Paket yang sebenarnya tak begitu istimewa ini
dikemas dalam beragam bentuk pertunjukan dan festival.
Indonesia
adalah sebuah komunitas besar, Indonesia adalah sebuah kekayaan, jika kita
mampu memadukan berbagai potensi dan daya yang kita miliki untuk pembangunan
sosial. Kerjasama dan hubungan yang saling memajukan perlu kita perkuat di
berbagai lini di sini. Dalam konteks pembangunan sosial, ada suatu
kebutuhan untuk memadukan upaya-upaya dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan
memberdayakan masyarakat dengan pendekatan-pendekatan yang berkesinambungan.
Atau dengan kata lain melakukan upaya pembangunan sosial melalui
langkah-langkah kewirausahaan. Demikian isi sambutan Ketua Dewan Pembina AKSI
(Asosisasi Kewirausahaan Sosial Indonesia) yang juga pendiri LSM Bina Swadaya
yang menerbitkan majalah pertanian terkenal “Trubus”.
Berkembangnya aktivitas kewirausahaan di tengah
masyarakat Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan gejala yang sangat menarik.
Kehadiran internet membuat banyak peluang terjadinya transaksi online. Bahkan
bila kita cermati di dua media sosial terbanyak penggunanya yakni Facebook dan
Twitter, aneka penawaran bisnis online hampir setiap saat terjadi dengan beragam jenis
komoditas dan transaksi. Sayangnya, kesempatan besar itu belum mampu dimanfaatkan
secara optimal karena pengguna media sosial tadi cenderung pasif
dan tidak kreatif. Kebiasaan copy paste dan menjadi partisipan pasif yang hanya
memberi apresiasi sederhana dengan cara menyukai produk atau hasil karya orang
lain (tanda suka/like) adalah keadaan
yang tidak mendukung penggalian potensi kreatif dan pengembangan upaya
inovatif.
Di jejaring Facebook misalnya, ada ribuan grup
komunitas dengan beragam latar belakang. Di lingkungan PMI yang memiliki jumlah
relawan sekitar 4 – 5 juta orang di seluruh wilayah Indonesia misalnya, ada
puluhan atau ratusan grup komunitas relawan. Grup atau komunitas ini adalah
potensi besar yang belum diberdayakan. Karena itu, Kampoeng Relawan berupaya
menggali potensi itu dengan menghadirkan Kedai KAWAN. Pendekatan
sociopreneurship sangat sesuai dengan karakter dasar komunitas yang memiliki
kedekatan emosional antar anggota dan masalah krusial optimalisasi potensi kreatif dan inovatif relawan.
Konsep kampung sebenarnya mengadopsi gagasan
OVOP. Banyak relawan PMI yang berkelas dunia (local yet global). Paling tidak,
adanya beberapa orang Relawan PMI yang mampu membangun jejaring dengan relawan
internasional adalah satu entry point aplikasi OVOP sekaligus sociopreneurship.
Selain itu, kepercayaan diri dan kreativitas bukan sesuatu yang asing. Nah, faktor
kunci ketiga dalam aplikasi OVOP yaitu pengembangan sumber daya manusia. Dengan terbiasa melakukan kemandirian,
kebanyakan relawan PMI memiliki sebagian besar syarat untuk mewujudkan
sociopreneurship berbasis OVOP. Kampoeng Relawan akan berperan sebagai jembatan.
Dengan semboyan “selalu ada jalan yang lebih baik”, jembatan itu dapat bermanfaat.
Semoga.
0 komentar:
Posting Komentar