05/05/13

MEMANCANG TIANG SELAGI MUDA Bagian I



Jelang sehari memperingati 56 tahun usia Proklamasi Kemerdekaan RI, MBM TEMPO menurunkan Liputan Khusus dengan judul sama. Diawali narasi “ sederet tokoh nasional telah menanamkan tiang prestasinya sejak dini-dalam usia dua puluhan-jauh sebelum negeri ini melahirkan kemerdekaan. Di antara mereka, ada dua yang menarik perhatian : Cipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara.

Cipto, anak keluarga Mangunkusumo, lahir di Pecangaan Jepara, Jawa Tengah 4 Maret 1886. Yang menarik dalam diri tokoh ini adalah jujur, tajam berpikir dan rajin. Jiwa nasionalisme dirinya tumbuh ketika menjadi siswa STOVIA, sekolah calon dokter di Jakarta yang menerapkan beragam aturan diskriminatif. Wujud “pemberontakan dirinya” muncul dalam penampilan yang senantiasa berpakaian adat Jawa yang biasa dipakai kalangan masyarakat biasa (surjan lurik) dan merokok kemenyan.  Perlakuan diskriminatif ini justru menjadi sumber utama dalam pidato-pidatonya. Penentangan dirinya terhadap sistem feodal dan kolonial terpancar kuat dalam beragam tulisan di Koran De Locomotief yang jadi corong utama pemerintah Hindia Belanda.

Feodalisme menyebabkan kepincangan-hidup dalam masyarakat. Rakyat dibatasi ruang gerak dan aktivitasnya. Keturunan yang menentukan nasib seseorang, bukan keahlian atau kesanggupannya. Jadi, meski cerdas dan hebat, seorang keturunan masyarakat biasa akan tetap ditinggalkan oleh keturunan bupati atau kalangan ningrat lainnya. Sementara itu, kolonialisme mengedepankan sikap diskriminatif di sektor formal: sekolah, pekerjaan di lingkungan pemerintah dsb. Perjalanan Cipto Mangunkusumo menentang praktik feodal dan kolonial selengkapnya ada juga di sini.

Sifat-sifat penjajah yang ditentang keras oleh Cipto Mangunkusumo kini, setelah 67 tahun Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, sifat-sifat dasar feodalisme muncul kembali dalam bentuk yang sedikit berbeda. Intinya sama, menganggap diri atau kelompoknya sebagai manusia yang lebih: berharga, layak dihormati, mengutamakan bentuk dari pada isi, mengedepankan formalitas  dan berbagai sikap dasar penjajah tanpa ragu dan malu mempertontonkan kepada masyarakat luas.    

0 komentar:

Google Pagerank
totokaryantowirjosoemarto. Diberdayakan oleh Blogger.