24/03/10

Ganyang Mafia, Sampai Di mana?


Dalam program 100 hari pertama, Presiden SBY akan melakukan reformasi institusi penegak hukum sebagai respon atas tuntutan masyarakat. Perkara yang merugikan masyarakat seperti makelar kasus, suap menyuap, pemerasan, pungutan liar, jual beli perkara dan segala bentuk kegiatan yang merusak keadilan akan diberantas.
Menurut Presiden, mafia ada di mana-mana. Bisa dilembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan, KPK dan departemen-departemen, termasuk berkaitan dengan pajak dan bea cukai. Pos-pos itulah yang akan dijadikan prioritas untuk melakukan langkah-langkah konkret memberantas mafia hukum (copas SI, Jum’at: 6 November 2009)
Pernyataan seorang Presiden adalah perintah bagi bawahannya : Polri, kejaksaan, bea cukai dan pajak serta seluruh menteri yang membawahi departemen tertentu. Bagi masyarakat, ini adalah janji yang harus ditagih pada saat jatuh tempo 100 hari sejak dikukuhkan. Untuk menunjang program itu, dibuka kotak pengaduan PO Box 9949 JKT 10000 dengan kode khusus “GM” sebagai Singkatan : Ganyang Mafia di ujung amplop.
Ada 4 hal penting yang harus dicatat sebelum melayangkan surat ke alamat itu.

Pertama. Gagasan ini muncul di tengah suasana keruh perseteruan sengit di lingkungan institusi penegakan hukum antara Polri dan Kejaksaan vs KPK yang menimbulkan reaksi sangat dahsyat dari masyarakat luas. Bahkan bayang-bayang peristiwa penumbangan Presiden Soeharto kian menguat.

Kedua, yang akan kita hadapi adalah mafia. Sebuah kelompok atau jaringan (pelaku) kriminal yang akan menggunakan segala cara untuk meniadakan orang-orang yang dianggap mengganggu kepentingannya. Kita harus yakin diri tahan peluru lahir dan batin.

Ketiga, lahan yang akan kita garap adalah ladang ranjau. Bahan dasar ranjau ini uang dan sejumlah kenikmatan dunia yang sangat menggiurkan. Termasuk daya tarik jabatan basah, fasilitas berkelas tinggi dan wanita cantik yang siap tebar pesona naluri hewani.

Keempat, kapasitas internal diri kita. Apakah kita memiliki kecakapan khusus merangkai masalah jadi sebuah solusi ? Atau sekadar memenuhi hasrat emosional yang akan menjadi bumerang di kemudian hari ? Semua hal perlu pertimbangan yang saksama.

Tanpa bermaksud menakuti dan menghambat keinginan berpartisipasi dalam upaya bela diri (kalau yang jadi korban mafia itu adalah diri kita sendiri). Atau bela bangsa dan negara sebagai wujud patriotisme yang memang saat ini sangat diperlukan untuk menjawab panggilan Ibu Pertiwi yang sedang bersedih hati karena anak-anaknya semakin tak kenal budi. Mengutip nasihat orang bijak, “jangan pernah ragu saat kaki akan melangkah”. Atau dengan gaya bahasa heroik “ pantang mundur sebelum bertempur” dll ungkapan serupa. Keempat hal di atas adalah harga prangko yang menandai keabsahan surat agar dapat dikirim ke alamat yang tepat (jangan sampai tertukar dengan materei).

Di balik semua itu, gagasan menegakkan supremasi hukum yang berdasarkan perikemanusiaan dan keadilan adalah cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia untuk mencapai kemakmuran rakyatnya. Tanpa upaya nyata, cita-cita ini hanya angan kosong atau bunga tidur di siang bolong. Karena itu, dengan hati dan pikiran jernih, mari kita ikuti langkah aparat penegak hukum bertindak melaksanakan perintah Presiden yang telah kita titipi amanat mengelola Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya sebagaimana sumpah yang diucapkan di hadapan seluruh rakyat di Gedung DPR/MPR 20 Oktober 2009 yang lalu.

0 komentar:

Google Pagerank
totokaryantowirjosoemarto. Diberdayakan oleh Blogger.