Pro dan kontra pembentukan Jejaring Diaspora Indonesia
(Indonesia Diaspora Network-IDN) mewarnai perjalanan mereka. Di tengah penyelenggaraan
Kongres I Diaspora Indonesia di Los Angeles Convention Center, Amerika Serikat:
6 – 8 Juli 2012 yang menggunakan dua
bahasa: Inggris dan Indonesia dan dibuka dengan lagu Tanah Air oleh anak
penyanyi kondang Broery Pesolima, Laya Pesolima didampingi 3 penyanyi latar,
ada demonstarsi kecil oleh sekelompok orang yang mengatas-namakan kaum
minoritas Kristiani. Meski tidak mengganggu jalannya kongres itu, video
demonstrasi yang ditayangkan You Tube ini menjadi bukti bahwa niat ribuan
diaspora Indonesia untuk menyatukan pikiran, daya dan laku menuju satu Jejaring
Diaspora Indonesia akan mengalami tantangan. Tentang adanya tantangan itu,
inisiator Diaspora Indonesia yakni Dr. Dino Patti Djalal di tengah acara
Lokakarya Nasional Diaspora Indonesia di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Selasa 26 Februari 2013. Tujuh tantangan itu adalah sebagai
berikut:
1.
Pertama, adalah diaspora Indonesia harus mengerti dan
memahami semua komunitas diaspora Indonesia.
2.
Pemerataan komunitas diaspora Indonesia di seluruh wilayah.
3.
Ketiga, anggota diaspora harus mulai bergaul di luar area
komunitas mereka sendiri.
4.
Mencari cara untuk dapat memastikan gerakan ini akan bertahan
lama. Menurut Dino, sebuah komunitas diaspora yang sukses adalah komunitas yang
memulai gerakannya diam-diam. Setelah gerakannya dinilai besar, baru kemudian
dipublikasikan.
5.
Tidak terjebak menjadi komunitas yang terlalu birokratis. Semua
ide dan jaringan dari para anggota dapat mengalir dengan alami dan tidak
dipaksakan.
6.
Harus menghindari konflik internal di antara anggota diaspora
Indonesia.
7.
Sementara tantangan ketujuh adalah menghindari keterlibatan
di dunia politik Indonesia.
Dijelaskan oleh
inisiator, bahwa saat ini masih belum mampu memastikan jumlah dan keberadaan
para diaspora Indonesia itu. Perkiraan angka moderat 6 – 8 juta orang atau
angka optimis sekitar 10 juta orang adalah satu angka prediktif melalui
pengamatan dan hasil interaksi dengan berbagai komunitas diaspora Indonesia
pasca pelaksanaan Kongres I. Hal ini saya anggap masuk akal karena pada sesi
pembukaan yang seorang peserta dari Afrika Selatan yang masih bertalian darah
dengan tokoh penyebaran Islam di sana, Syeh Yusuf yang berasal dari Makassar menceritakan
secara antusias latar belakang diaspora Indonesia di bekas negeri apartheid
itu. Ia seorang politisi dan anggota parlemen. Namanya Dr. Ibrahim Rasul
(seperti nama mantan anggota KPK di jaman pak Bibit Samad jadi ketuanya).
Dalam paparannya
yang cukup panjang tentang misi diaspora “ …we’re moslem, but Indonesian. We’re
Indonesian, but the human being.. that’s enough. It’s our vision “. Sebelum
mengucapkan hal itu, beliau memaparkan kisah perjuangan Syekh Yusuf (Makasar)
dan Tuan Guru dari Tidore di bidang pendidikan dan kesetaraan hak (asasi)
manusia. Yang tak kalah penting dari isi sambutannya ialah cerita para orang
Indonesia di Afrika Selatan dalam mendukung perjuangan bangsa Indonesia melawan
kolonialisme Belanda dan Inggris.
Mengamati
kisah-kisah perjalanan diaspora Indonesia di berbagai belahan penjuru dunia
baik melalui berita on line, reportase televise dan video You Tube, ada satu
kesamaan di antara banyak perbedaan yang mengemuka. Diaspora Indonesia cinta
dan ingin berbuat sesuatu buat Indonesia. Bagi mereka, Indonesia bukan hanya
tanah lahir yang layak dikenang dari sisi manisnya. Tapi ada kepercayaan besar
bahwa Indonesia adalah satu kekuatan yang saat ini masih tercerai-berai. Satu
diantaranya adalah mereka sendiri, diaspora Indonesia. Melalui ikatan batiniah
yang sangat sulit diukur dengan angka baik jumlah orang maupun aset yang
dimiliki, potensi kekuatan yang masih tersimbang dalam masing-masing Diaspora
Indonesia akan coba dipadukan dengan kekuatan yang ada di tanah air, Indonesia
Raya.
Seperti umumnya
sebuah gerakan besar yang diawali dengan gagasan mulia, tentu akan banyak
mengalami tantangan dan hambatan. Bagaimana seorang Henry Dunant yang sudah
mapan secara sosial dan ekonomi pada awalnya dicibir dan ditentang oleh banyak
orang di negerinya, justru mendapat apresiasi tinggi di luar negaranya dalam
menumbuh-kembangkan Gerakan kemanusiaan yang sekarang telah mendunia sebagai
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional sebagai satu gerakan
yang diakui derajat kepercayaannya sangat tinggi. Konsistensi memelihara nilai
dasar (core value) gerakan dalam mengaktualisasikan
prinsip-prinsip dasar kemanusiaan, kesamaan, kenetralan, kemandirian,
kesukarelaan, kesatuan dan kesemestaan adalah jaminan kepercayaan itu.
Dalam beberapa hal,
gagasan menyelenggarakan Jejaring Diaspora Indonesia memiliki kesamaan dengan
gerakan yang digagas oleh Henry Dunant. Terutama dalam asas kemanusiaan dan
kesamaan. Memang banyak diaspora Indonesia yang dilatarbelakangi masalah
ekonomi atau perbaikan nasib. Tetapi tidak sedikit yang asalnya atau faktor pendorong
utama menjadi diaspora adalah sebagai korban konflik politik dan sosial di
Indonesia. Bagi korban konflik politik,
tantangannya lebih besar dari pada yang menjadi korban konflik sosial. Faktor traumatiknya
juga lebih besar ketimbang yang beralasan ekonomi atau perbaikan nasib dalam
artian umum.
Di balik sejumlah
tantangan yang diidentifikasikan oleh penggagasnya di atas tentu ada peluang
yang dapat menambah bobot kekuatan (potensi kekuatan) mereka. Anggap dan
perlakukan tantangan itu sebagai peringatan dini atau upaya mitigasi sebelum
berubah menjadi bencana. Dan saya yakin mereka telah mengetahui serta
mengantisipasi semua tantangan itu dengan cermat. Jebakan-jebakan pragmatis
yang bernuansa politik seperti permintaan menjadi satu daerah pemilihan khusus saya
yakin akan dihindari sebagai satu tema besar untuk sementara waktu. Pada
tataran wacana, hal itu sangat dimungkinkan mendapat tempat. Tapi, menjadikan
wacana itu sebagai satu keputusan konkret dan mendesak dalam Kongres II
Diaspora Indonesia yang bertema “Pulang Kampung” di Jakarta bulan Agustus
mendatang, nampaknya akan sulit diwujudkan. Terutama bagi korban konflik
politik nasional maupun lokal.
0 komentar:
Posting Komentar