Catatan kecil:
Tulisan ini untuk mengenang almarhumah Ibu Atiatoen Wirjosoemarto, ibu kandung dan idolaku yang wafat setahun lalu (26 Juli 2010). Persis di malam Nisfu Sya'ban 1432H.
Tapi .. Engkau berkehendak,
Tulisan ini untuk mengenang almarhumah Ibu Atiatoen Wirjosoemarto, ibu kandung dan idolaku yang wafat setahun lalu (26 Juli 2010). Persis di malam Nisfu Sya'ban 1432H.
Prolog:
Hari menjelang
sore. Seperti biasa, aku duduk di depan layar komputer. Mengamati berita yang
terus bergerak sangat cepat di luaran sana. Sementara tak ada hal menarik dari
semua situs berita yang kubaca. Hanya umpat, caci maki, deret orang autis dan
semua membuat bosan.
Tiba-tiba ada suara
memanggil namaku. Saat kudekati, lantai kamar ibuku memerah bersimbah darah. Tanpa keluh kesah dan nada
kesakitan, dalam segenap rasa berkecamuk, kuangkat tubuhnya di pembaringan.
Dalam sekejap, semua perhatianku tertuju untuk memberi pertolongan pertama
seperti biasa aku lakukan.
Mukanya sangat
pucat, lebih dari dua liter darah segar mengalir dari luka yang selama ini
selalu disembunyikan dalam ketegaran.
Wajah istriku
memancarkan kepanikan luar biasa. Ia memang tak tahan dengan luka berdarah yang
terus mengalir. Sambil menggunting semua pakaian dan menguatkan semangat, tangan
dan mulutku terus bekerja. Akhirnya, semua ilmu dan pengalaman yang selama ini
kudapatkan di jalan, tempat-tempat bencana alam dan lain-lain ajang
pengabdianku bagi kemanusiaan memberi manfaat. Tak pernah tahu nama atau
istilahnya. Kurasa, kami telah melakukan pertolongan pertama gawat darurat buat
sang ibu tercinta.
Panik sempat juga menimpa diriku, saat kuperiksa semua tanda vital menunjuk negatif. Tak ada
nafas yang keluar dari hidung. Denyut nadi hilang dan degup jantung tak
terlihat lagi. Dalam sisa kesadaran dan tenaga, ku lakukan langkah yang paling
kuhindari bila tidak sangat terpaksa: Resusitasi Jantung dan Paru (CPR). Langkah
pertama gagal, juga yang kedua. Sebuah
keajaiban terjadi. Mahasuci Allah, dzat yang membolak-balikkan hati manusia !.
Mata tajam perempuan
perkasa itu membuka perlahan, menatapku penuh makna. Saat itulah segala
kesombonganku sirna. Seluruh otot dan tulangku berasa lepas satu persatu dari
tubuh. Sujud syukur kepada Illahi Robbi, penguasa alam semesta dan pemilik
semua yang ada di dalamnya. Satu pelajaran kehidupan yang takkan pernah kulupa.
Bahwa manusia itu hanya bisa berusaha. Dan berharap pertolongan Sang
Mahaperkasa lewat doa serta permohonan ampun atas segala kelemahan manusia.
Aku terduduk lemas
tanpa daya
Saat segala upaya
dan rencana
telah berlalu sangat nyata
nampak sia-sia dan
putus asa
begitu dekat dengan
kematian
yang kukira telah
terjadi
pada jasad ibuku
tercinta
Tapi .. Engkau berkehendak,
maka jadilah yang
tak pernah mampu
kujangkau dengan
tenaga dan pikiran
Ibu..
Aku belajar lagi
darimu
bahwa ihlas itu
daya tiada terhingga
yang menghancurkan
karang-karang kesombongan
rasa kuat dan
digjaya
Ibu…
Engkau selalu
berpesan,
Bukan yang banyak
itu baik,
tapi yang baik
pastilah yang banyak
Sepanjang niatmu
tulus
dan langkah kakimu
selalu di jalan itu
berjalanlah ke
depan tanpa bimbang dan ragu
Ibu..
Ketika engkau
dipanggil menghadap Sang Mahakuasa
dalam sakitmu bertahun
sepi
yang menanggung
hidup sarat amanat
pada luka yang
teramat dalam
di antara bayang-bayang
biadab
kasihmu tiada kau
tanggalkan
dan semangat
hidupmu yang membara
bagai api abadi
tiada kan padam
Selamat menempuh jalan
terbaik
Meniti jembatan
amal baik dan buruk
yang tak bertepi
dalam bimbingan
pahala yang berhimpun
pada ihlasmu yang
terpelihara
Semoga surga abadi
itu jadi tempatmu
Tinggal bersama
sungai amal
dan taman hatimu
Ibu…
Terima kasihku
tiada terhingga
Dalam doa yang
selalu kupanjatkan
ketika bersimpuh,
sujud di hadapanNya
Kau memang
perempuan perkasa
idola dari semua
idola
Semoga bahagia
abadi senantiasa.
Amien ya robbal ‘alamin.
Kebumen, 10 Juli
2011
0 komentar:
Posting Komentar