Marah adalah salah satu ungkapan rasa yang ada dalam jiwa manusia.
Seperti halnya sedih, gembira, senang dan lain-lain, marah bisa terjadi dalam
segala suasana kehidupan. Dalam suasana kehidupan yang cenderung materialistik
akhir-akhir ini membuat kita sering mengambil jalan pintas atau cara yang
praktis. Memandang semua hal dari sisi ekonomi, perhitungan untung rugi. Cara
pandang seperti ini sebenarnya tidak salah. Yang sering menjadi masalah ketika
kita keliru menerapkan tata nilai atau ukuran untung atau rugi itu.
Beragam pendekatan yang saya tahu, baik ekonomi, sosial dan
lain-lain, untung atau rugi diukur dari
nilai tambah atau manfaat yang diperoleh. Jika diperoleh manfaat maka akan
dinilai sebagai keuntungan, demikian juga sebaliknya.
Lalu, apa hubungan antara perhitungan untung – rugi dan marah? Marah
seringkali terjadi karena hasil perhitungan kita merugi. Rugi karena kadar
nilai yang jadi pegangan kita berkurang. Jika pemahaman ini benar, acapkali
tengat waktunya memang diukur pendek atau sangat pendek alias instan. Mungkin
agak jarang yang melakukan perhitungan untuk jangka panjang. Saat marah,
biasanya kita akan berpikir pendek, tensi meninggi dan kontrol diri berkurang.
Islam memberi solusi dengan metode relaksasi. Jika kita marah saat
berdiri, segera duduk. Ketika kita marah saat duduk maka berbaringlah. Kalau
cara-cara itu belum meredakan, ambil air wudhu dan segera dirikan shalat.
Setelah shalat, minta ampun dan berdoa agar kita diberi kekuatan lagi untuk
mampu mengendalikan diri. Dalam keadaan tenang, pikiran jadi bening serta mampu
menembus batas ruang dan waktu.
Marah dapat menjadi energi positif atau sebaliknya. Marah atas
ketidak-adilan misalnya, akan mendorong kita memiliki rasa solidaritas sosial
yang lebih tinggi. Dan berupaya melakukan tindakan nyata untuk memperbaikinya
di lingkungan sekitar. Bahkan sangat mungkin akan menjadi suatu gerakan yang
membawa dampak luar biasa besar sepanjang kendali diri kuat dan tetap pada
tujuan awal.
Situasi kehidupan saat ini yang cenderung serba instan acapkali menutup
saluran munculnya energi positif tadi. Mengasihani diri dengan menganggap
masalah sosial di sekitar bukan urusan kita adalah contoh nyata yang mudah
ditemui. Sebenarnya, mengasihani diri adalah satu pintu utama yang menutup
saluran energi positif itu. Sebaliknya, memiliki kepekaan sosial tinggi dan
memberi banyak manfaat justru akan menguatkan struktur saluran dan daya dorong
energi positif. Karena kita adalah mahluk sosial yang akan selalu berhubungan
dengan manusia lain dalam berbagai suasana dan kesempatan.
Ada satu ungkapan rasa yang mungkin dapat menjadi renungan kita. Yakni,
nilai tidak selamanya berharga. Dan harga tidak selalu akan bernilai. Beda
nilai dan harga adalah ukuran kepekaan sosial kita. Karena nurani yang
mengemuka. Semoga.
0 komentar:
Posting Komentar