21/06/12

Antara Marah, Nilai dan Harga




Marah adalah salah satu ungkapan rasa yang ada dalam jiwa manusia. Seperti halnya sedih, gembira, senang dan lain-lain, marah bisa terjadi dalam segala suasana kehidupan. Dalam suasana kehidupan yang cenderung materialistik akhir-akhir ini membuat kita sering mengambil jalan pintas atau cara yang praktis. Memandang semua hal dari sisi ekonomi, perhitungan untung rugi. Cara pandang seperti ini sebenarnya tidak salah. Yang sering menjadi masalah ketika kita keliru menerapkan tata nilai atau ukuran untung atau rugi itu.

Beragam pendekatan yang saya tahu, baik ekonomi, sosial dan lain-lain,  untung atau rugi diukur dari nilai tambah atau manfaat yang diperoleh. Jika diperoleh manfaat maka akan dinilai sebagai keuntungan, demikian juga sebaliknya.
Lalu, apa hubungan antara perhitungan untung – rugi dan marah? Marah seringkali terjadi karena hasil perhitungan kita merugi. Rugi karena kadar nilai yang jadi pegangan kita berkurang. Jika pemahaman ini benar, acapkali tengat waktunya memang diukur pendek atau sangat pendek alias instan. Mungkin agak jarang yang melakukan perhitungan untuk jangka panjang. Saat marah, biasanya kita akan berpikir pendek, tensi meninggi dan kontrol diri berkurang.

Islam memberi solusi dengan metode relaksasi. Jika kita marah saat berdiri, segera duduk. Ketika kita marah saat duduk maka berbaringlah. Kalau cara-cara itu belum meredakan, ambil air wudhu dan segera dirikan shalat. Setelah shalat, minta ampun dan berdoa agar kita diberi kekuatan lagi untuk mampu mengendalikan diri. Dalam keadaan tenang, pikiran jadi bening serta mampu menembus batas ruang dan waktu.



Marah dapat menjadi energi positif atau sebaliknya. Marah atas ketidak-adilan misalnya, akan mendorong kita memiliki rasa solidaritas sosial yang lebih tinggi. Dan berupaya melakukan tindakan nyata untuk memperbaikinya di lingkungan sekitar. Bahkan sangat mungkin akan menjadi suatu gerakan yang membawa dampak luar biasa besar sepanjang kendali diri kuat dan tetap pada tujuan awal.

Situasi kehidupan saat ini yang cenderung serba instan acapkali menutup saluran munculnya energi positif tadi. Mengasihani diri dengan menganggap masalah sosial di sekitar bukan urusan kita adalah contoh nyata yang mudah ditemui. Sebenarnya, mengasihani diri adalah satu pintu utama yang menutup saluran energi positif itu. Sebaliknya, memiliki kepekaan sosial tinggi dan memberi banyak manfaat justru akan menguatkan struktur saluran dan daya dorong energi positif. Karena kita adalah mahluk sosial yang akan selalu berhubungan dengan manusia lain dalam berbagai suasana dan kesempatan.

Ada satu ungkapan rasa yang mungkin dapat menjadi renungan kita. Yakni, nilai tidak selamanya berharga. Dan harga tidak selalu akan bernilai. Beda nilai dan harga adalah ukuran kepekaan sosial kita. Karena nurani yang mengemuka. Semoga. 

0 komentar:

Google Pagerank
totokaryantowirjosoemarto. Diberdayakan oleh Blogger.